Minggu, 17 April 2016

rangkuman buku hujjah aswaja karya KH. Muhyidin Abdussomad

BAGIAN IV
SEPUTAR RITUAL SHALAT

1.      Dzikir dan Syair Sebelum shalat Berjama’ah
Membaca dikir dan syair sebelum pelaksanaan shalat jama’ah, adalah perbuatan yang boleh dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini ditinjau dari beberapa sisi, yaitu:
  1. Dari sisi dalil
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبَ قَلَ مرَّ عُمَرُ بِحَسَّانِ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْسِدُ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْاَنْشَدْتُ وَفِيْهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكِ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَلَ اللَّهُمَّ نَعَمْ (رواه أبو داود،.٫٤٣٦ والنسا ئي، ٧٠٩، وأحمد،٢٠٩٢٨)
Dari Syaid bin Musyayyab r.a beliau berkata, Suatu ketika Umar berjalan kemudian bertemu dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan syair di masjid. Umar menegur Hassan, namun Hassan menjawab, “aku telah melantunkan syair di masjid yang didalamnya ada seorang yang lebih mulia darimu”, kemudian ia menoleh kepada Abu Hurairah r.a. Hassan melanjutkan perkataannya, “Bukankah engkau telah mendengarkan sabda Rasulullah Saw., “jawablah dariku, ya Allah mudah-mudahan engkau menguatkannya dengan Ruh al-Qudus”, Abu Hurairah menjawab, “ya Allah, benar (aku telah mendengarkannya).” (HR. Abu Daud [4360], al Nasa’I [709], dan Ahmad [20928]).
Dari hadits diatas Syekh Ismail al-Zain menjelaskan diperbolehkannya melantunkan syair yang berisi puji-pujian, nasehat, pelajaran tata krama dan ilmu yang bermanfaat di dalam masjid.
  1. Dari sisi Syair dan Penanaman Akidah Umat.
Amaliah ini merupakan strategi yang sangat jitu untuk menyebarkan ajaran Islam ditengah masyarakat. Karena didalamnya terkandung beberapa pujian kepada Allah SWT, dzikir dan nasehat.
  1. Dari aspek Psikologi
Lantunan syair yang indah menambah semangat serta mengkondisikan suasana. Tradisi ini telah berjalan ditengah masyarakat dan dapat menjadi semacam warming up (persiapan) sebelum masuk sholat lima waktu.
Manfaat lainnya, agar para jam’ah tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu ketika menunggu shalat jama’ah dilaksanakan.
Dengan demikian, membaca dzikir, nasehat, puji-pujian secara bersama-sama sebelum melaksanakan shalat jama’ah di masjid atau di mushalla adalah amaliah yang baik dan dianjurkan. Dengan catatan, tidak mengganggu orang yang sedang melaksanakan shalat dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Masjid dan Mushallanya.

2.      Mengeraskan Dzikir
Tata cara Dzikir dibaca pelan ataupun dikeraskan, masing-masing mempunyai dalil sendiri. Hadis Nabi SAW tentang mengeraskan dzikir adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَلَ، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: يَقُولُ اللهُ تَعَالَى أَنَاعِنْدَظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَامَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسَهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍخَيْرٍ مِنْهُمْ (رواه البخا ري،٧٨٥٧، ومسلم،٤٨٣٢، والترمذي، ،٣٥٢٨، وابن ماجه،٣٨١٢).
“ Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Nabi SAW. Bersabda, “Allah ta’ala berfirman, “ Saya akan berbuat sesuai dengan keyakinan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku akan selalu bersamanya selama ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat (berdzikir) kepada-Ku didalam hatinya, maka Aku akan memperhatikannya. Dan jika ia menyebut Aku di dalam suatu perkumpulan (dengan suara yang didengar orang lain) maka Aku akan ingat kepadanya di dalam  perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulan yang mereka adakan.” (HR. Al-Bukhari [7857], Muslim [4832], al-Tirmidzi [3528] dan Ibnu Majah [3812]).
Disamping itu banyak sekali doa-doa yang diajarkan Nabi SAW yang diriwayatkan para sahabat, itu artinya suara Nabi cukup keras sehingga para sahabat dapat mendengar dan menghafalnya.
Sedangkan hadits yang menjelaskan keutamaan berdzikir dengan pelan adalah:
عَنْ سَعْدِبْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَيْرُالذِّكْرِالْخَفِيُّ وَخَيْرُالرِّزْقِ مَايَكْفِي (رواه أحمد، ١٣٩٧)
“Dari Sa’ad bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “paling baik berdzikir adalah yang dilakukan secara samar. Sedangkan rizki yang paling baik adalah yang mencukupi.” (HR. Ahmad [1397]).
 Karena sama-sama memiliki sandaran hukum, maka semua berpulang pada masing-masing individu. Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa memelankan dzikir itu bisa lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’ atau mengganggu orang yang shalat atau orang tidur. Selain itu, maka mengeraskan suara lebih utama, karena pekerjaan yang dilakukan ketika itu lebih banyak, serta manfaat dari dzikir dengan suara itu bisa didapatkan oleh orang yang mendengar. Dzikir juga dapat mengingatkan hati orang yang membaca, memusatkan segenap pikirannya untuk terus merenungkan dan mengahyati (yang dibaca), memfokuskan konsentrasi dan pendengarannya, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.
Dengan demikian, bahwa dzikir itu boleh dikeraskan selama tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah.

3.      Bilangan Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah salah satu ibadah yang disunnahkan dilaksanakan pada bulan ramadhan. Dilaksanakan sesudah shalat isya’ sebanyak 20 rakaat dengan 10x salam, yang kemudian diiringi shalat witir 3 rakaat.
KH. Bisri Mustafa menyatakan bahwa secara esensial melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berarti melaksanakan hadis Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan serta anjuran mengikuti jejak sahabat Umar r.a.
Tata cara ini didasarkan pada hadits:
عَنْ يَزِيْدَبْنِ رُومَانَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُو مُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً (رواه مالك في المو طاء، ٢٣٣)
Dari Yazid bin Ruman, ia berkata, “orang-orang (kaum muslimin) pada masa Umar melaksanakan shalat malam dibulan ramadhan 23 rakaat (20 tarawih dan 3 witir).” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’, [233]).
Kaitannya dengan hadits:
عَنْ عَائِشَةَرَضِيَ اللهُ عَنْهَاقَالَتْ مَاكَانَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيْدُفِي رَمَضَانَ وَلَافِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخاري، ١٠٧٩)
Dari sayyidatuna Aisya-radhiyallahu’anha, ia berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah menambah shalat malam pada bulan ramadhan atau bulan lain melebihi sebelas rakaat”. (HR. al Bukhari, [1079]).
Ibnu Hajar al-Haitamimenyatakan bahwa hadis ini adalah dalil shalat witir bukan dalil shalat tarawih.
Pelaksanaan tarawih 2 rakaat dengan satu salam, sesuai dengan tuntunan Nabi SAW tentang tata cara melaksanakan shalat malam. Nabi bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى (رواه البخاري،٩٣٦، ومسلم،١٢٣٩، والترمذي،٤٠١، والنسائي،١٦٥٩، وأبوداود،١١٣، وابن ماجه،١١٦٥)
Dari Ibnu Umar, “seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shslst malam. Maka Nabi Saw menjawab, “shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat”. (HR. Al-Bukhari [936], Muslim [1239], al Tirmidzi [401], al-Nasa’i [1650], Abu Dawud [1130], dan Ibnu Majah [1165]).
Shalat tarawih yang dilaksanakan secara berjama’ah ini dibanarkan dan dihukumi sunnah. Dalam kitab shahih al-Bukhari dijelaskan:
عَنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِالْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه لَيْلَةًفِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِفَإِذَاالنَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرَ إِنِّي أَرَى لَوْجَمَعْتُ هَؤُلًاءِعَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمّ َخَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسِ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَنِعْمَ الْبِدْ عَةُ هَذِهِ (رواه البخري،١٨١٧)
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abd al-Qari, beliau berkata, “saya keluar bersama sayyidina Umar bin al-Khattab r.a ke masjid pada bulan ramadhan. (Didapati dalam masjid tersbut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah”. Lalu sayyidina Umar berkata, “saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi kemasjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah dibelakang satu imam. “Umar berkata, “sebaik-baik bid’ah aalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR. Al-Bukhari [1871]).

4.      Qunut Shalat Subuh
Dalam madzhab Imam Syafi’i, ada tiga tempat disunnahkan membaca qunut, yakni ketika terjadi nazilah (bencana, cobaan), qunut pada shalat witir di pertengahan bulan Ramadhan, dan pada shalat subuh.
Kesunnahan qunut ditegaskan oleh kebanyakan ulama salaf dan setelahnya. Dalil yang dijadikan acuan adalah hadis Nabi SAW:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَازَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِحَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد،١٢١٩٦ )
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, “Beliau berkata, “Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut ketika Shalat subuh sehingga beliau wafat”. (HR. Ahmad [12196]).
Pakar hadis al-‘Allamah Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiq menyatakan bahwa hadis inilah yang benar, dan diriwayatkan serta di-shahih-kan oleh segolongan pakar yang banyak hafal hadis.
Redaksi doa qunut yang warid (diajarkan langsung) oleh Nabi SAW adalah:
اَللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَافِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَافِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّمَاقَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ،وَلَايَعِزُّمَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥، وأبوداود ١٢١٤، والترمذي ٤٢٦، وأحمد ١٦٢٥، والدارمي ١٥٤٥، بسند صحيح)
Ya Allah,berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berikanlah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan.berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang Engakau berikan pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engaku Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akn mulia orang yang Engakau musuhi. Engkau mMaha Suci dan Maha Luhur. Segala puji bagi-Mu atas segala yang Engakau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu”. (HR. Al Nasa’i [1725], abu Dawud [1214], al-Tirmidzi [426], Ahmad [1625], dan al-Darimi [1545], dengan sanad yang shahih).

  1. Dzikir dengan Cara Berjam’ah
Membaca dzikir berjama’ah seusai shalat maupun dalam moment tertentu seperti dalam acara istighotsa, tahlilan dan lain-lain adalah perbuatan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, bahkan termasuk perbuatan yang dituntun oleh agama. Ayat al-qur’an yang menunjukkan dzikir berjama’ah sebagai berikut:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ (البقرة: ١٥٢)
Ingatlah (berdzikirlah) kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Qs. Al-Baqarah: 152)
Hadis Rasulullah yang menunjukkan keutamaan dzikir dengan cara berjama’ah, sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عِنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم:إِذَامَرَرْتُمْ بِرِيَاضَ الْجَنَّةِفَارْتَعُوْا قَالُوْايَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَارِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ:حِلَقُ الذِّكْرِ ( أخرجه،٣/١٥٠ ، والترمذي، ٣٥١٠)
Dari Anas r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kalian melewati taman surga, maka berdzikirlah bersama mereka.” Mereka bertanya: “Apa yang dimaksud taman surge wahai Rasulullah?” Beliau SAW menjawab: “Kumpulan orang-orang yang berdzikir.” (HR. Ahmad [3/150] dan al Tirmidzi [3510]).
Rasulullah juga bersabda:
عَنْ شَدَّادِبْنِ أَوْسٍ رضي الله عنه قَالَ: إِنَّا لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذْقَالَ: اِرْفَعُوْا أَيْدِيَكُمْ وَقُوْلُوا لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ فَفَعَلْنَا فَقَالَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَللَّهُمَّ إِنَّكَ بَعَثْتَنِيْ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِيْ بِهَا وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهَاالْجَنَّةَ إِنَّكَ لَاتُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ثُمَّ قَالَ: اَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْغَفَرَلَكُمْ (أخرجه الحاكم،١٨٤٤ ، وأحمد،٤/١٢٤ ، والطبراني في الكبير،٧١٦٣، والبزار،١٠، قال الحافظ الهيشمي في مجمع الزوائد ،١/١٦٣ ، ورجاله موثقون)
dari Syaddad bin Aus r.a, ia berkata: “pada saat kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau bersabda: “Angkatlah tangan kalian dan katakanlah, tiada Tuhan selain Allah”. Kami pun melakukannya. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku dengan membawa kalimat ini, Engkau memerintahkan aku dengan kalimat tersebut, dan Engakau menjanjikan aku surga dengan kalimat tersebut, sesungguhnya Engkau tidak akan mengingkari janji.” Kemudian beliau SAW bersabda: “Bergembiralah kalian, karena Allah telah mengampuni kalian.”  (HR. al-Hakim [1844], Ahmad [4/124], al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir [7163] dan al-Bazzar [10]. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [1/163], “para perawi hadits ini dapat dipercaya”).
            Redaksi perintah berdzikir dalam ayat al-Qur’an dan dua hadits diatas memakai bentuk jamak, “udzkuruu, sabbihu, farta’uu, hilaq al-dzikri (dzikir berjama’ah) dan quuluu”, menunjukkan bahwa perintah berdzikir tersebut yang utama dilakukan secara bersama-sama (berjama’ah).
Al-Imam al-Sya’rani mengemukakan dalam kitabnya Dzikir al-Dzakir li al-Madzkur wa al-Syakir li al Masykur.

“Para ulama salaf dan khalaf telah bersepakat tentang disunnahkannya dzikir berjama’ah di masjid-masjid atau lainnya, tanpa ada yang menentang dari seorang pun, kecuali apabila suara keras mereka dapat menggangu orang yang tidur, shalat atau membaca al-Qur’an.” (Hasyiyah al-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, hal.208).

1 komentar: